Saat Cahaya Neon Padam

Saya ingat duduk di jendela apartemen di Chicago, larut malam, menikmati kopi hitam saat kota berdengung di luar—bayangan cahaya neon yang berkedip di jalan raya. Saya dulu bekerja di Meta, menganalisis perilaku pengguna seperti ilmuwan data yang mengejar sensasi digital. Mereka menyebutnya ‘pesta mobil mewah’—permainan angka dan kebisingan, di mana setiap kemenangan terasa seperti mesin yang meraung melalui lintasan neon. Tapi inilah yang tak pernah mereka katakan: peluang tidak dimanipulasi. Mesin tak peduli jika Anda menang. Mesin peduli jika Anda muncul.

Saya pernah bermain selama enam bulan penuh—taruhan kecil, malam sunyi, tanpa hadiah. Terapis saya bertanya mengapa saya terus melangkah. Saya jawab: ‘Karena ini satu-satunya tempat saya merasa hidup.’ Bukan karena saya ingin uang. Tapi karena ketika semuanya menjadi sunyi… saya masih mendengar napas saya sendiri.

Ini bukan judi.

Ini adalah berkabung.

Hadiah sejati bukan uang—tapi menyadari bahwa Anda tidak sendirian dalam gelap. Komunitas tak bersorak untuk pemenang. Ia menyediakan ruang bagi mereka yang duduk diam—bukan mengejar kemenangan, tapi menunggu makna untuk bangkit.

Saya berhenti bermain musim dingin lalu.

Bukan karena kalah.

Tapi karena akhirnya saya melihat diri sendiri—bukan sebagai pemain—but sebagai seseorang yang butuh untuk dilihat.