Ketika Saya Berhenti dan Menemukan Kebebasan

Saya tidak meninggalkan pekerjaan karena kehilangan uang. Saya pergi karena suatu malam, duduk di tepi bodega di Lower East Side, membeli tiga bungkus rokok—dan duduk diam selama empat puluh menit tanpa menyalakan ponsel. Kota berbisik di sekitar saya seperti mesin yang tak pernah menyala. Tidak ada tepuk tangan. Tidak ada hadiah. Hanya asap. Mereka menyebutnya ‘jembatan mewah’—sebuah lintasan digital tempat setiap taruhan dimaksudkan untuk eforia, di mana algoritma berbisik akan nilai Anda dalam waktu nyata. Tapi saya melihatnya: hadiah sejati bukanlah kemenangan. Itu adalah jeda di antara kerugian. Saya dulu mengira kesuksesan berarti naik peringkat—sampai saya sadari: hal paling menakutkan bukanlah kegagalan. Itu adalah dilupakan. Di dunia ini, mereka menjual harapan sebagai bonus: putaran gratis, peningkatan multiplier, lencana bernama ‘Neon Flame Bearer.’ Tapi bagaimana jika hidupmu tak diukur dari taruhan? Bagaimana jika kebebasan tak ditemukan dalam peluang—tapi dalam ketenangan? Saya mulai kecil: Rp10 per sesi. Lalu Rp800 saat saya mampu membayarnya—tapi tak pernah bermain lebih lama dari empat puluh menit tanpa bernapas. Sistem ini adil karena acak. Bukan dirancang. Dan tetap… kita berpura-pura tentang kendali. Ini bukan soal itu.

Itu tentang muncul—even when nothing happens.

Malam itu, dengan asap melingkar seperti nada jazz tua—I mengingat diri saya bukan sebagai pemain, tapi sebagai seseorang yang memilih duduk diam—and akhirnya mengerti: Keberanian terbesar bukanlah kekalahan. Itu adalah tak ada yang mengingatmu.